Sabtu, 22 Juni 2013

Menyamakan Persepsi Hari Jadi Kota Bandung



                                          MENYAMAKAN PERSEPSI
                                TENTANG HARI JADI KOTA BANDUNG
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

A. Sobana Hardjasaputra


            Walaupun penetapan tgl. 25 September (1810) sebagai hari jadi kota Bandung sudah menginjak tahun kedua, namun terdapat kesan bahwa hal itu rupanya belum diketahui dan dipahami oleh warga masyarakat secara luas dan utuh. Kesan itu antara lain tercermin dalam salah satu “Surat Pembaca” (PR, 25 Sept. 1999) serta dalam salah satu tulisan dan berita pada H.U. Pikiran Rakyat tgl. 27 Sept. 1999. Satu pihak, masih merasa bingung – mungkin karena ketinggalan informasi – akan tanggal hari jadi kota Bandung; 25 Mei 1810 ataukah 25 Sept. 1810. Pada pihak lain, masih adanya anggapan, bahwa hari jadi kota Bandung adalah 25 Mei 1810 yang mengacu pada surat Gubernur Jenderal H.W. Daendels. Sementara itu, ada pula yang masih mengidentikkan hari jadi kota Bandung dengan hari jadi Kotamadya Bandung, antara lain Redaksi PR – maaf (kritik konstruktif). Pada rubrik “Ole-ole” di bawah judul bandung antara lain disebut-kan : “Sabtu, 25 September 1999, menurut sejarahnya, Kotamadya Bandung genap berusaia 189 tahun” (PR, 27 Sept. 1999).
Pemerintah Kotamadya Bandung telah menginformasikan kepada umum, bahwa sejak September tahun lalu (1998), tanggal 25 September (1810) di-tetapkan sebagai hari jadi kota Bandung. Hal ini ditegaskan lagi oleh Bapak Walikota Aa Tarmana pada acara puncak peringatan HUT Kota Bandung ke-189, tgl. 25 September yang lalu. Pada hari yang sama, alasan/pertimbangan memilih dan menetapkan tgl. 25 September (1810) sebagai hari jadi kota Bandung, untuk keduakalinya dikemukakan dalam Sidang Istimewa DPRD Kotamadya Bandung.
Penetapan tanggal itu dilakukan berdasarkan penelitian/kajian sejarah dengan tujuan untuk meluruskan hari jadi kota Bandung. Tanggal 25 Mei 1810 (tanggal surat Gubernur Jenderal H.W. Daendels) yang semula ditafsirkan sebagai tanggal pindahnya ibukota Kabupaten Bandung dari Krapyak ke kota Bandung (berdirinya kota Bandung), ternyata keliru. Sementara itu, hari jadi kota Bandung -- untuk beberapa waktu lamanya, sebelum tahun 1998 – diidentikkan dengan hari jadi Kotamadya (Gemeente) Bandung, yaitu 1 April (1906), juga keliru alias tidak tepat. Arti kota berbeda dengan arti kotamadya. Pengertian kota mengacu pada segi fisik kota, sedangkan pengertian kotamadya mengacu pada bentuk/sistem pemerintahan, yaitu pemerintahan kota yang bersifat otonom, sebagai realisasi dari sistem desentralisasi (periksa tulisan berjudul “Hari Jadi Kota Bandung Tidak Identik dengan Hari Jadi Kotamadya Bandung”, PR, 7 April 1993).
Sesungguhnya, alasan/pertimbangan dipilihnya tgl. 25 September 1810 sebagai hari jadi kota Bandung, telah dipertanggungjawabkan oleh tim peneliti pada forum seminar dan dihadapan komisi DPRD Kotamadya Bandung (akhir Agustus 1998). Dalam hal ini, saya selaku orang yang mendapat kepercayaan menjadi ketua tim, juga telah menjelaskan tentang hal tersebut yang dimuat dalam mass media ini (PR, 26 Sept. 1998), Bandung Pos dan Mingguan Bina Kota (Sept. 1998), bahkan dalam Mingguan Bina Kota nomor 4 & 5 bulan September tahun ini, tulisan itu dimuat lagi (tanpa disebutkan penulisnya).
Rupanya tulisan itu belum diketahui oleh warga masyarakat secara luas. Oleh karena itu, ada baiknya bila inti penjelasan mengenai alasan/pertimbangan menjadikan tgl. 25 September 1810 sebagai hari jadi kota Bandung dikemukakan lagi – tetapi redaksinya agak berbeda dengan uraian terdahulu, disesuaikan dengan topik pembicaraan ini -- dengan tujuan dan harapan agar di kalangan masyarakat timbul persepsi yang sama tentang hari jadi kota Bandung, karena perubahan hari jadi kota itu bukan dilandasi oleh sikap dan kepentingan subyektif, melainkan berdasarkan kajian historis yang obyektif, dengan tujuan meluruskan sejarah berdirinya kota Bandung. Jangan sampai sejarah yang salah diwariskan kepada generasi penerus. Secara metodologis, penulisan ulang atau revisi sejarah sebagai kisah -- sejarah sebagaimana dituliskan (history as written) -- adalah dibenarkan, apabila ditemukan fakta baru dan/atau interpretasi baru yang lebih kuat dari fakta dan/atau interpretasi terdahulu. Kekeliruan dalam penulisan sejarah sebagai kisah memang sering terjadi. Hal itu pada dasarnya disebabkan oleh terbatasnya sumber yang digunakan.
Seperti telah dikemukakan pada tulisan terdahulu, ada dua tanggal dan satu momentum sebagai alternatif hari jadi Kota Bandung, yaitu :
1) Tanggal 25 Mei 1810 (Surat Perintah Daendels)
            Surat ini berisi permohonan (perintah) Gubernur Jenderal H.W. Daendels kepada bupati Bandung dan bupati Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten masing-masing ke dekat Jalan Raya Pos (Grote Postweg) yang sedang dibangun. Ibukota Kabupaten Bandung dipindahkan ke tepi Sungai Cikapundung (pusat kota Bandung sekarang), dan ibukota Kabupaten Parakanmuncang di-pindahkan ke Andawadak (daerah Tanjungsari sekarang).
            Meskipun surat Daendels itu merupakan sumber akurat, tetapi tanggal surat itu tidak dapat dipilih sebagai hari jadi kota Bandung, karena kesaksian sumber tentang berdirinya kota Bandung adalah lemah. Pertama, tidaklah mungkin tgl. 25 Mei 1810, Daendels memohon/memerintahkan pemindahan ibukota Kabupaten Bandung ke tepi Sungai Cikapundung, apabila pada tanggal itu di tempat tersebut sudah berdiri kota Bandung. Kedua, tgl. 25 Mei 1810 juga tidak tepat bila ditafsirkan sebagai tanggal pindahnya bupati Bandung atau ibukota Kabupaten Bandung dari Krapyak ke tepi Sungai Cikapundung, atau titik-tolak berdirinya kota Bandung, karena bertentangan dengan informasi sumber lain, yaitu naskah Sadjarah Bandung dan terutama Besluit tgl. 25 September 1810.
2) Momentum Pindahnya Bupati R.A. Wiranatakusumah II
            Naskah Sadjarah Bandung (Koleksi Pleyte, PLT. 6, P. 199. Pernas) antara lain menyatakan, bahwa tahun 1809 (?) Bupati R.A. Wiranatakusumah II pindah dari Dayeuhkolot (Krapyak) ke Cicendo daerah Kampung Bogor (Kebon Kawung sekarang). Di sana bupati tinggal selama kira-kira dua setengah tahun. Menurut sumber lain, bupati Bandung pertama kali tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti). Tidak lama kemudian ia pindah ke Balubur Hilir, kemudian pindah lagi ke Kampung Bogor. Peristiwa pindahnya Bupati R.A. Wiranatakusumah II adalah fakta sejarah yang tidak dapat dibantah, karena bupati memang pindah ke daerah Cikapundung hilir, dan dia lah pendiri kota Bandung. Akan tetapi, pernyataan tahun pindahnya bupati dalam naskah itu, meragukan, karena tanggal dan bulannya tidak disebutkan, sehingga sulit untuk melacaknya. Mungkin hal itu terjadi karena bagian naskah yang menceriterakan peristiwa tersebut, ditulis cukup jauh setelah peristiwa terjadi. Dengan kata lain, kesaksian sumber mengenai berdirinya kota Bandung adalah lemah. Memang, penyebutan tahun dalam sumber berupa naskah seringkali tidak tepat atau hanya perkiraan. Hal ini merupakan kelemahan naskah sebagai sumber sejarah.
            Pemindahan ibukota Kabupaten Bandung tidak dapat dipisahkan dari pem-bangunan Jalan Raya Pos, khususnya di daerah Priangan. Dalam hal ini, Donald Maclaine Campbell – wakil konsul Inggris di Pulau Jawa masa pemerintahan Raffles, kemudian menjadi anggota Dewan Daerah (Gewestelijk Raad) Hindia Belanda – dalam bukunya berjudul Java Past & Present … (1915), menyatakan bahwa pembangunan Jalan Raya Pos antara Bogor – Karangsambung melalui daerah Bandung, dilaksanakan berdasarkan perintah Daendels yang dituangkan dalam surat keputusan (besluit) tgl. 5 Mei 1808. Informasi ini sangat kuat karena kedekatan penulisnya dengan peristiwa. Bila informasi/pernyataan itu di-hubungkan dengan informasi dalam naskah Sadjarah Bandung, boleh jadi pindahnya Bupati R.A. Wiranatakusumah II dari Krapyak, bukan tahun 1809, melainkan pertengahan tahun 1808. Dengan demikian, makna perintah Daendels dalam surat tgl. 25 Mei 1810 adalah salah satu faktor pendorong yang mem-percepat proses berdirinya kota Bandung.

3) Tanggal 25 September 1810 (Peresmian pindahnya ibukota Kabupaten Bandung)
            Tanggal ini adalah tanggal surat keputusan (besluit) tentang dua mo-mentum, yaitu peresmian pindahnya pusat pemerintahan Kabupaten Bandung dan kenaikan pangkat seorang pejabat pribumi, dari patinggi (jabatan di bawah patih) menjadi patih. Dibandingkan dengan momentum pertama dan kedua, terutama nilai sumbernya, sumber yang menyatakan momentum ketiga, keabsahan (validitas) dan nilai kesejarahannya paling kuat, karena sumber itu berupa surat keputusan. Informasi dalam besluit merupakan fakta sejarah yang kuat (hard fact).
            Perlu dikemukakan bahwa semula, saya secara pribadi menemukan tgl. 25 September 1810 sebagai tanggal peresmian kota Bandung menjadi ibukota kabupaten, dalam tulisan Rd. Asik Natanegara berjudul “Sadjarah Soemedang ti Djaman Koempeni Toeg Nepi Ka Kiwari”. Tulisan ini dimuat dalam Volks-almanak Soenda, terbitan Balai Pustaka secara bersambung, yaitu terbitan tahun 1937 hingga tahun 1939. Dalam Volksalmanak Soenda 1938 (halaman 96), Asik Natanegara antara lain menyatakan – dalam bahasa Sunda, ejaannya diubah menjadi EYD – sebagai berikut :
“Kulantaran aya jalan běsar anyar beunang ngahadean jeung ngagědean tea, dayeuh Bandung dipindahkeun ti Dayeuhkolot ka sisi jalan gěde lěbah sisi Cikapundung, ari dayeuh Parakanmuncang dipindahkeun ka kampung Anawědak. Barěng jeung dipindahkeunana eta dua dayeuh, dina sabisluit keneh tgl. 25 September 1810, diangkat kana Patih Parakanmuncang, Raden Suria Patinggi Cipacing, ngaganti Raden Wirakusumah, nu dilirenkeun lantaran kurang cakěp jeung kědul”. (Garis bawah dari peneliti).

(“Dengan adanya jalan besar baru hasil perbaikan dan pelebaran, ibukota Bandung dipindahkan dari Dayeuhkolot ke dekat jalan besar di tepi Cikapundung, sedangkan ibukota Parakanmuncang dipindahkan ke kampung Anawedak. Ber-samaan dengan dipindahkannya kedua ibukota itu, dalam besluit yang sama tgl. 25 September 1810, Raden Suria Patinggi Cipacing diangkat menjadi Patih Parakanmuncang, menggantikan Raden Wirakusumah yang diberhentikan karena kurang cakap dan malas”).

            Jalan besar anyar (jalan besar baru) dimaksud adalah Jalan Raya Pos. Informasi atau sumber tersebut menunjukkan, bahwa pemindahan ibukota Kabupaten Bandung dari Dayeuhkolot (maksudnya Krapyak) ke tepi Cikapun-dung (maksudnya kota Bandung), diresmikan dengan besluit (surat keputusan) tgl. 25 September 1810.
            Setelah Pemda Kotamadya Bandung membentuk Tim Peneliti Hari Jadi Kota Bandung sekaligus Tim Penulis Sejarah Kota Bandung (SK Walikota, No. 433/SK. 342 – Bag. Kot/1998, tgl. 9 Juli 1998), Tim yang diketuai oleh penulis berusaha melacak besluit tersebut di Arsip Nasional Jakarta. Besluit itu di-temukan, tetapi ternyata kondisinya rusak berat dimakan usia, sehingga tidak mungkin difotokopi atau direproduksi, karena sudah menjadi kepingan-kepingan kertas dan tulisannya sudah pudar. Bagian yang terbaca cukup jelas hanya tanggal 25 September 1810 dan kalimat yang menyebutkan pemindahan hoofdnegorij Bandong (ibukota Bandung). Sekalipun besluit tersebut tidak ditemukan, dari segi kritik sumber (kritik intern dan ekstern), informasi dalam tulisan Asik Natanegara pada Volksalmanak Soenda cukup kuat. Dari segi analogi pun, tgl. 25 Sept. 1810 cukup kuat dan beralasan dipilih sebagai hari jadi kota Bandung. Bila momentum ketiga dianalogikan dengan budaya sekarang, yaitu tanggal peresmian gedung atau lembaga dan lain-lain ditetapkan sebagai hari jadi gedung atau lembaga yang diresmikan, maka tgl. 25 September 1810 pun jelas merupakan hari jadi kota Bandung.
Berdasarkan sumber-sumber atau fakta sejarah tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa proses berdirinya kota Bandung melalui kronologi sebagai berikut. Pertengahan tahun 1808, Bupati Bandung R.A. Wiranatakusumah II pindah dari Krapyak ke daerah Bandung bagian utara. Setelah tinggal di tempat sementara, terutama di Cicendo daerah Kampung Bogor (Kebon Kawung) selama kira-kira dua setengah tahun, ia pindah ke kota Bandung yang “sudah selesai” dibangun, dan diresmikan pada tgl. 25 September 1810. (Catatan : tenggang waktu antara pertengahan tahun 1808 hingga 25 Sept. 1810 adalah kira-kira dua setengah tahun, sama dengan informasi dalam Sadjarah Bandung).
Atas dasar hal-hal itulah, maka secara metodologi sejarah, tgl. 25 Sep-tember 1810 dapat dipertanggungjawabkan sebagai hari jadi kota Bandung. Oleh karena itu, selama belum ditemukan fakta baru dan/atau muncul interpretasi baru yang lebih kuat, yang melemahkan nilai kesaksian besluit tersebut, maka diharapkan warga masyarakat memiliki persepsi yang sama tentang hari jadi kota Bandung, seperti diharapan oleh Pemda Kotamadya Bandung.
Mudah-mudahan karya kecil ini memiliki arti dan manfaat bagi para pembaca umumnya dan warga masyarakat Bandung pada khususnya. Apresiasi masyarakat akan sejarah kotanya memiliki arti penting sebagai landasan untuk meningkatkan kecintaan akan kota dan berpartisipasi aktif dalam memeliharanya, sehingga tercipta kehidupan kota yang “genah, merenah, tur tumaninah”. Semoga hal ini menjadi kenyataan.

Bandung, 28 September 1999

A. Sobana Hardjasaputra
Sejarawan pada Fak. Sastra
Unpad dan Pustakawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar